EQ dan SQ
By Darmansyah
1.
Kecerdasan Emosional
Guru yang memiliki sikap profesional sebagai
pendidik akan selalu dirindukan oleh siswanya. Guru profesional mampu membangun hubungan dengan menciptakan
suasana pembelajaran yang menyenangkan dan bersemangat, sehingga
pembelajarannya memberi kepuasan (satisfaction), kebahagiaan (happiness) dan
kebanggaan (dignities) dengan dukungan
pelayanan hi-touch and hi-tech.
Pertemuan BKS PTN wilayah barat yang dilaksanakan
di Cipayung bulan Oktober 2003 (Manullang: 2004) menyepakati
bahwa akan dilaksanakan revisi terhadap konten dan konteks pembelajaran
MKDK dengan memasukkan esensi pendidikan untuk membentuk kepribadian.
Pendekatan yang ditempuh adalah pendekatan membangun kepribadian dengan
bertumpu pada pengembangan dimensi intelektual (IQ), emosional (EQ)
dan spritual (SQ). Pada pertemuan tersebut
disepakati untuk mengembangkan bahan ajar
setiap mata kuliah yang dimaksud. Pembahasan yang dilakukan pada
pertemuan ini dalam upaya pengembangan
dan implementasi Ilmu Pendidikan di LPTK.
M.Utsman Najati (2003:44)
mengatakan bahwa kecerdasan emosional menurut Sunnah Nabi adalah lolos
dari jebakan setan: mengendalikan amarah dan kekacauan pikiran,
mengendalikan motiv seksual, mengendalikan keserakahan, mengendalikan nafsu bermusuhan, malu melakukan perbuatan tercela dan menghilangkan
rasa rendah diri.
Kecerdasan
emosional (EQ) pertama kali dilontarkan tahun 1990 oleh Peter Salovy dari Harvard University
dan John Mayer
dari University
of New Hampshire.
Istilah EQ menyebar ke berbagai penjuru dunia setelah terbitnya buku best seller karya Daniel Goleman,
Emotional Intelligence tahun 1995.
Tentang definisi EQ masih banyak yang belum sepakat.
Tetapi Salovy dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional adalah
himpunan-bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau
perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah
dan menggunakan informasi itu untuk membimbing pikiran dan tindakan.
Kualitas-kualitas EQ ini antara lain; empati,
mengungkapkan dan memahami perasaan, mengendalikan amarah, kemandirian,
kemampuan menyesuaikan diri, disukai, kemampuan memecahkan masalah
antarpribadi, ketekunan, kesetiakawanan, keramahan dan sikap hormat. Semua
kualitas di ataslah yang lebih banyak berperan dalam kehidupan seseorang untuk
meraih sukses. Bahkan Daniel Goleman mengatakan bahwa 80% keberhasilan itu
ditentukan oleh kecerdasan emosional.
2.
Kecerdasan Spritual
M.Utsman Najati (2003) mengatakan bahwa kecerdasan spritual menurut
Sunnah Nabi adalah damai bersama
ridha Allah. Kecerdasan spritual
merupakan kemampuan untuk mencerdaskan
rohani dengan psikoterapi
Rasullah antara lain psikoterapi dengan iman, psikoterapi dengan ibadah,
terapi melalui Shalat, terapi melalui Puasa, terapi melalui Haji, terapi melalui
zikir dan doa, zikir dengan Al Quran, terapi perasaan rasa bersalah,
psikoterapi dengan taubat.
Donah
Zohar dan Ian Marshall dalam bukunya “Kecerdasan
Spritual” (2001) mengatakan bahwa SQ merupakan kemampuan internal bawaan
otak dan jiwa manusia. Kecerdasan spritual (SQ) adalah kecerdasan jiwa. SQ
adalah kecerdasan yang dapat membantu kita menyembuhkan dan membangun diri kita
secara utuh. SQ merupakan kecerdasan yang berada di bagian diri terdalam dan ia berhubungan dengan kearifan
di luar ego pikiran sadar. SQ adalah kesadaran yang dapat digunakan untuk
mengakui nilai-nilai yang telah ada, sekaligus juga secara kreatif menemukan
nilai-nilai baru. Oleh karena itu, ia mendahului bentuk ekspresi agama mana
pun yang pernah ada. SQ membuat agama mungkin menjadi semakin perlu, tetapi
tidak bergantung pada agama. Mungkin saja pada sebagian orang SQ diungkapkan melalui agama formal, tetapi
banyak juga orang yang aktif beragama ternyata memiliki SQ rendah. Selanjutnya
dikatakan bahwa SQ memungkinkan manusia menjadi kreatif, mengubah aturan dan
situasi.
Pembentukan kecerdasan dari
perspektif struktur otak manusia, penajaman kecerdasan intelektual ada pada
lapisan neocortex , kecerdasan
emosional pada lapisan lymbic system
dan kecerdasan SQ ada pada lapisan temporal lobe (god spot). Pertimbangan
kecerdasan IQ sebagai faktor utama penentu sukses ditemukan oleh Binet
Simon (1905) yang dikenal dengan test
IQ. Sembilan puluh tahun kemudian tepatnya tahun 1995 oleh Daniel Goleman
secara ilmiah menemukan kecerdasan EQ
sebagai penentu sukses, bukan IQ.
Kemudian Danah Zohar dan Ian Marshal pada tahun 2001 melengkapi temuan Daniel
Goleman bahwa IQ rata-rata hanya 6% dan maksimal 20% sebagai faktor sukses,
sehingga 80% adalah faktor lain terutama kecerdasan EQ dan SQ. Zohar (2001) lebih mempertajam lagi dengan mengemukakan
mestinya kecerdasan SQ yang mengendalikan kecerdasan EQ dan IQ.
Guru yang memiliki kecerdasan
IQ, EQ dan SQ yang baik serta memiliki pengetahuan memadai tentang konsep-konsep pendidikan dan
pembelajaran harus memiliki dasar keahlian
yang kuat untuk menjadi guru profesional dengan prilaku pedagogis,
seperti dikemukakan Manullang (2004)
sebagai berikut:
a.
Guru secara intelektual cepat dan tepat menemukan
solusi permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan dan pembelajaran. Guru tetap menyadari bahwa
intelektual adalah pembantu yang baik, namun
ia adalah penguasa yang buruk.
b.
Guru sangat peduli tentang pendidikan dan
pembelajaran yang bermutu. Paradigma adalah pendidikan bermutu menjamin negara
akan lebih makmur dan sejahtera, bukan sebaliknya, negara makmur menjamin
pendidikan bermutu.
c.
Guru memiliki ketulusan, kasih sayang kesabaran
dalam peleyanan pendidikan dan
pengajaran. Ia sangat menyadari bahwa siswa sangat membutuhkan kasih sayang,
terutama pada saat mereka tidak pantas mendapatkannya.
d.
Guru memiliki kemampuan sinergitas yang tinggi baik
dengan murid maupun dengan teman sejawat. Ia menyadari bahwa tidak ada jenius
yang tampil sendirian. Jika ada perbedaan dengan orang lain, itu bukan suatu
kesalahan namun perbedaan itu adalah sesuatu yang manusiawi.
e.
Guru memiliki kepemimpinan, komitmen dan integritas
yang tinggi mengenai visi dan misi pendidikan. Paradigmanya, pendidikan
membangun kepribadian bangsa yang terdidik, kepribadian masyarakat yang
terdidik, kepribadian institusi yang terdidik, kepribadian keluarga yang
terdidik dan kepribadian individu yang
terdidik.
Implementasinya dalam pembelajaran dapat dihubungkan dengan
konsep ketiga otak dalam satu kepala (otak triune) dikemukakan Dr. Paul Maclean
dalam Manullang (2004:5) sebagai berikut: Otak manusia terdiri dari Otak
Reptil, Otak mamalia dan Otak Neo Corteks. Pada otak reptil orang tidak bisa
berpikir karena yang berperan di sini
adalah insting atau cara berpikir dan bertindak
yang terbentuk berdasarkan latihan. Otak reptil akan aktif bila
seseorang merasa takut, stres, terancam, marah, kurang tidur atau kondisi tubuh
dan pikiran lelah.
Otak mamalia berperan dalam mengatur kebutuhan akan
keluarga, strata sosial dan rasa
memiliki. Otak ini memberikan arti pada suatu emosi atau kejadian. Otak ini juga berperan dalam
mengendalikan sistem kekebalan tubuh, hormon dan memori jangka panjang. Sistem limbik yang terdapat pada otak mamalia
berperan sebagai saklar untuk menentukan otak mana yang aktif, otak reptil atau
neo corteks. Bila dalam keadaan tegang, stres, takut, marah, maka informasi
yang diterima otak akan diteruskan ke otak reptil.
Apabila seseorang dalam
keadaan bahagia, tenang dan rileks, maka otak neo corteks dapat aktif dan
digunakan untuk berpikir. Ketika orang dalam keadaan tegang, stres, takut pada
saat ujian maka pikirannya dapat menjadi kosong, tidak mengingat apa-apa yang sebelumnya
dipelajarinya. Otak ini adalah otak berpikir dan merupakan 80% dari otak manusia.
Otak ini dapat bekerja efektif dalam belajar bila sebelumnya otak mamalia
merasa senang, gembira dan rileks.
Informasi yang diterima peserta didik akan diterima oleh otak mamalia
dan kemudian mendistribusikannya kepada
belahan otak lainnya. Otak korteks akan
terbuka apabila informasi tersebut diterima dengan perasaan tenang dan nyaman.
Otak reptil akan menerima informasi apabila menimbulkan stres atau takut. Pembelajaran baru berhasil bila informasi dapat diterima
otak korteks.
Gadner dalam Dryden & Vos (2000) mengemukakan multi kecerdasan yang
antara lain disebut kecerdasan linguistik yakni kemampuan dalam hal membaca,
menulis dan berkomunikasi dengan kata-kata. Kecerdasan logika matematika yakni
kemampuan untuk menalar dan menghitung. Kecerdasan musikal yakni kecerdasan yang berkembang pada komposer, konduktor dan
musisi terkenal. Kecerdasan spasial dan visual yakni kemampuan yang digunakan
oleh arsitek, pematung, pelukis, navigator dan pilot. Kecerdasan kinestetik (fisik)
yakni kecerdasan yang berkembang pada
atlet, penari, pesenam, dan mungkin para
ahli bedah. Kecerdasan intrapersonal (kecerdasan introspektif) yakni kemampuan
untuk memiliki wawasan, mengetahui jati diri, jenis kemampuan yang melahirkan
intuisi yang luar biasa. Kecerdasan interpersonal yakni kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, jenis kemampuan yang lazin dimiliki oleh penjual, motivator,
negosiator.
Penelitian-penelitian tentang
otak multi kecerdasan ini akhirnya memberi inspirasi kepada berkembangnya
berbagai model pembelajaran seperti
Quantum Teaching, Accelerated Learning
dan lain-lain. Penerapan model ini di Indonesia tidak selalu berhasil
karena konteks pembelajaran yang berbeda. Namun demikian pada pembelajaran
MKDK, hasil penelitian mengenai otak dan
berbagai jenis pembelajaran ini dapat memberi inspirasi dan modifikasi untuk
menemukan pembelajaran yang dapat membangun dasar-dasar sikap profesional
guru sekaligus sebagai pendidik.
Ass wr.wb
BalasHapusthanks info tulisan nya pak, bagus untuk dibaca sebagai informasi dan pengetahuan. Saya WARDANA jurusan TP B Pekanbaru pak mau kirim alamat Blog saya :
http://wardanatpunp.blogspot.com
terima kasih
لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
BalasHapusTulisan Bapak diatas sejalan dengan "Pendidikan Karakter" yang sekarang sedang gencar-gencarnya disosialisasikan dalam pembelajaran. Guru dituntut tidak hanya untuk dapat mengoptimalkan kecerdasan intelektual siswa tetapi seorang guru juga dituntut untuk menanamkan nilai-nilai budi pekerti, moral, dan akhlak yang baik.
Begitu besar peran penting seorang guru dalam pembentukan dan pembangunan karakter bangsa.
Nama saya Ramadhayani, Jurusan TP Kelas A Pekanbaru.
Terima kasih,
Trims Komentarnya..
BalasHapussemoga IES Q bisa diterapkan bagi guru-guru kita ... seiring gencarny pendidikan karakter oleh pemerintah.. semoga ya pak .
BalasHapussaya juga sering mendengar bahwa kecerdasan emosional dan spritual lebih menentukan kesuksesan seseorang dibanding kecerdasan intelegensi saja..........
BalasHapusbagus sekali tulisannya pak
saya vandi fernandezz, mahasiswa pendidikan IPA pascasarjana UR kerjasama UNP di pekanbaru, semester 4 yang bergabug dengan mahasiswa TP semester 2 nim 51867. saya senang sekali untuk menjadi member di blogg bapak ini bayak manfaat yang tentu bisa kami dapatkan. mohon saya dimasukkan menjadi salah satu member di blogg ini
Ass Pak.....Tulisannya sangat ok mksa pak menjadi masukan buat km para guru karena kecerdasan emosional dan spritual harus sejalan akan menunjang kecerdasan intelegensi seseorang.
BalasHapusAssalam pak. Disain boggnya mantap sekali pak.Saya tertarik ingin belajar. Kalau ada waktu Bapak, saya ingin belajar mendisain blogg dengan Bapak. Terimakasih.
BalasHapusAssalam pak. Terlebih dahulu saya mohon maaf pak. Saya terlambat mengirimkan alamat blogg saya. Berikut alamat blogg saya.
BalasHapusNama: Razali
NIM: 1109875
Semerter: 2 TP B Pekanbaru
razalisetyawan.blogspot.com